Mengupas segala hal mengenai kelapa sawit secara tuntas

Thursday, June 14, 2007

Biodiesel

Pengembangan industri hilir dan peningkatan nilai tambah kelapa sawit dimaksudkan agar ekspor kelapa sawit Indonesia tidak lagi berupa bahan mentah (CPO) tetapi dalam bentuk hasil olahan, termasuk biodiesel. Biodiesel merupakan produk hilir kelapa sawit yang prospeknya cukup cerah, terutama pada saat harga CPO rendah.

Sejalan dengan laju perkembangan ekonomi maka permintaan energi terus meningkat. Salah satu bentuk energi yang digunakan adalah pemanfaatan sektor transportasi yang saat ini bergantung kepada BBM sebagai sumber energi. Untuk mengurangi ketergantungan tersebut maka diversifikasi energi harus dipercepat melalui pengembangan energi alternatif, salah satu diantaranya adalah biodiesel sebagai energi terbarukan. Hal ini dimungkinkan karena Indonesia memiliki beraneka ragam tanaman yang dapat dijadikan sumber bahan baku biodiesel, seperti kelapa sawit, jarak pagar dan kelapa.

Alternatif utama

Diantara bermacam-macam jenis bahan baku biodiesel yang ada di Indonesia, minyak kelapa sawit adalah alternatif utama bahan baku yang paling berpotensi untuk dikembangkan sebagai biodiesel.

Jarak pagar saat ini tidak tersedia di pasar kendati Pertamina bersedia membayar di muka seluruh biji atau minyak jarak pagar. Dengan demikian, isu utamanya adalah kapan biji tanaman jarak pagar dapat dipanen dalam skala besar-besaran. Tidak seperti biodiesel (campuran solar dan minyak kelapa sawit) atau biofuel (campuran etanol dan bensin) yang bahan bakunya merupakan komoditas pasar siap pakai.

Pada tahun 2005 areal kelapa sawit Indonesia mencapai 5,6 juta ha dengan produksi 13,8 juta ton CPO dan ekspor sebesar 75% (PPKS, 2006), sisanya untuk konsumsi dalam negeri dan sebagian dicadangkan sebagai bahan baku biodiesel. Proporsi untuk kebutuhan konsumsi dan untuk bahan baku biodiesel sangat dipengaruhi oleh harga dan ketersediaan CPO.

Target pemanfaatan biodiesel sebesar 720.000 kL pada tahun 2009 (2% dari komsumsi solar nasional), maka (1) Sekitar 25 pabrik biodiesel berkapasitas rata-rata 30.000 ton/tahun sudah berproduksi pada tahun itu; (2) Jika diandaikan bahan mentahnya minyak sawit, akan dibutuhkan 650.000 ton CPO, ini dihasilkan dari 210.000 Ha kebun sawit; dan (3) Impor 720.000 kL solar dapat dihindarkan, berarti menghemat 216 juta US$ devisa (asumsi harga solar di pasar curah = US$.30/liter).

Kendala dan Tantangan

Penggunaan bahan baku minyak kelapa sawit untuk biodiesel memiliki tantangan dan kendala yaitu (1) Harga CPO yang tinggi mengakibatkan biaya produksi biodiesel menjadi mahal; (2) Pengembangan biodiesel mengalami keterbatasan modal untuk pengembangan usaha; (3) Insentif investasi belum berjalan dengan baik; (4) Persaingan bahan baku dengan industri pangan/edible oil; (5) Keterbatasan infrastuktur industri penunjang pengembangan biodiesel; (6) Kegiatan litbang terapan teknologi proses di Indonesia belum berkembang; dan (7) Kualitas dan harga produk biodiesel dari negara-negara lain sangat kompetitif dan dapat mempengaruhi pasar.

Untuk pengembangan perkebunan sawit, jarak pagar dan industri biodiesel di Indonesia, diperlukan kerjasama antara pemerintah dengan perguruan tinggi, swasta, lembaga keuangan, LSM, yayasan, masyarakat dan pihak lainnya yang terkait.

Dukungan Pemerintah

Untuk menyikapi kendala dan tantangan biodiesel, diharapkan pemerintah mendukung keberadaan biodiesel agar dapat diterima masyarakat. Dalam hal ini pemerintah perlu koordinasi antar Departemen terkait, yaitu Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral berkoordinasi dengan Departemen Pertanian untuk penyediaan bahan baku, Departemen Perindustrian untuk kebijakan industri, Kementerian Riset dan Teknologi untuk penerapan teknologi, Departemen Dalam Negeri untuk perencanaan daerah, Departemen Keuangan untuk kebijakan perpajakan, dsb.

Pemerintah juga harus memberikan kebijakan yang akan mendorong pengembangan pemanfaatan biodiesel antara lain meliputi (1) Penggunaan biodiesel dalam rangka diversifikasi energi untuk pencampur minyak solar atau sebagai salah satu pengganti minyak solar dan mendukung pelestarian lingkungan; (2) Penetapan kebijakan harga biodiesel yang mendorong penggunaannya; (3) Pengaturan pemberian kesempatan kepada Badan Usaha untuk melakukan pengembangan pengolahan dan jaringan distribusi; dan (4) Pemberian insentif.

Disamping itu pemerintah juga harus memiliki rencana strategis dalam rangka mengembangkan biodiesel ini, antara lain (1) Mengembangkan kebun energi (energy plantations) yang diperuntukkan sebagai pemasok bahan baku biodiesel/dedicated feedstock; (2) Mengintegrasikan pengembangan biodiesel dengan kegiatan ekonomi masyarakat pedesaan dan industri pengolahan biodiesel; (3) Meningkatkan sosialisasi pemanfaatan biodiesel; dan (4) Melakukan kegiatan litbang pembuatan biodiesel dari minyak sawit maupun non sawit.

Harga

Sebagian besar biodiesel mencapai konsumen akhir dalam bentuk campuran dengan solar (sampai B10). Jika harga biodiesel B100 = Rp.6000/liter dan harga solar Rp.4300/liter maka harga B10 = (0,9 x Rp.4300 + 0,1 x Rp.6000) = Rp.4470/liter dibulatkan Rp.4500/liter. Biodiesel B10 ini masih dalam jangkauan promosi para pengusaha untuk membujuk konsumen agar mau membelinya karena kualitas lebih baik, emisi lebih bersih, produk dalam negeri, dll.

Pasar

  1. Konsumsi Internal : Konsumsi pabrik mencapai 0,325 juta L/th

  2. Konsumsi Pasar Domestik : Asumsi 5% kebutuhan energi bersumber dari biodiesel, maka peluang pasar terbuka untuk jangka panjang menengah sekitar 1,3 juta kilo per tahun

  3. Pasar Ekspor : Sebagai biodiesel belum teridentifikasi

No comments: